Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang yang selanjutnya disebut dengan SPPT adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan terhutang kepada Wajib Pajak.
Bagi Anda yang ingin menjaga aset guna kebutuhan bisnis, maka Anda harus paham tentang SPPT PBB. Surat pemberitahuan berikut ini adalah surat keputusan yang datang dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terkait pajak terutang dalam satu tahun pajak. SPPT ini sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Dalam UU tersebut dikatakan bahwa SPPT ini merupakan dokumen yang menunjukkan besarnya utang atas PBB yang harus dilunasi oleh wajib pajak pada waktu yang telah ditentukan.
Biasanya, dokumen ini sering hadir berbarengan dengan Izin Memberikan Bangunan (IMB) dan sertifikat, namun SPPT bukan merupakan bukti kepemilikan objek pajak. Jadi, bukti hak dan kepemilikan tanah atau bangunan adalah sertifikat sementara IMB untuk menunjukkan bahwa bangunan yang didirikan sudah sesuai izin dan peraturan yang berlaku.
Fungsi SPPT PBB
Fungsi utama dari SPPT PBB adalah sebagai dokumen yang menunjukkan besarnya utang atas PBB yang semestinya dilunasi wajib pajak pada waktu yang sudah ditentukan. SPPT bisa Anda dapatkan ketika Anda mendapatkan IMB dan sertifikat tanah dan bangunan. Namun yang perlu Anda pahami adalah, SPPT ini bukanlah bukti kepemilikan objek pajak, melainkan penentu atas objek pajak tersebut dan besaran pajak yang dibebankan kepada objek pajak yang harus dibayarkan oleh pemiliknya.
Selain itu, berikut ini fungsi-fungsi dari SPPT yang perlu Anda ketahui:
- SPPT memegang fungsi penting bagi wajib pajak ketika proses mengumpulkan dokumen lengkap guna menjaga atau melindungi aset berharga.
- Menjadi salah satu elemen untuk terhindar dari rebutan hak milik tanah dan bangunan atau terjadinya penipuan.
- Surat yang menunjukkan besaran beban pajak yang dibayarkan kepada negara oleh pemiliknya terhadap objek pajak.
Syarat Urus Sertifikat dari SPPT
- SPPT atau Bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun berjalan
- Surat AJB (Akta Jual Beli) atau Surat Girik / Letter C
- Fotokopi KTP dan KK pemilik (sesuai yang tertera pada AJB).
- Surat pengantar dari kelurahan setempat.
- Surat keterangan bebas sengketa.
- Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya di atas meterai cukup. Formulir permohonan memuat identitas diri, luas, letak, dan penggunaan tanah yang dimohon, pernyataan tanah tidak sengketa, dan pernyataan tanah dikuasai secara fisik.
- Surat kuasa apabila dikuasakan.
- Asli surat-surat bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah (Rumah Gol III) atau rumah yang dibeli dari pemerintah.
- Gambar peta/situasi.
- Bukti pembayaran BPHTB.
- Melampirkan bukti SSP/PPh sesuai dengan ketentuan.
Proses Pengurusan SPPT ke SHM
- Meminta surat rekomendasi dari kelurahan setempat terkait tanah bersangkutan. Surat Pengantar tersebut menyatakan bahwa tanah belum pernah mengalami proses sertifikasi dan menjelaskan riwayat pemilikan tanah yang dimaksud.
- Pembuatan surat bebas sengketa yang menyatakan bahwa tanah yang dimaksud tidak dalam keadaan sengketa, serta ditandatangani oleh RT, RW, dan disahkan oleh kelurahan setempat.
- Petugas BPN melakukan survei lokasi dan pengukuran ulang objek tanah.
- Penerbitan gambar situasi atau surat ukur oleh BPN yang dilanjutkan dengan pengesahannya.
- Melunasi pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sesuai dengan luas yang tercantum dalam Gambar Situasi atau Surat Ukur. Pembayaran BPHTB tersebut dilakukan apabila tanah yang dimohon berasal dari tanah negara atau tanah garapan.
- Proses pertimbangan oleh panitia, dalam hal ini adalah pejabat yang berwenang.
- Pengumuman di Kantor BPN dan kelurahan setempat selama kurang lebih 2 atau 3 bulan, hal ini untuk mengantisipasi bahwa tanah yang dimaksud tidak dalam keadaan sengketa. Setelah 2-3 bulan pengumuman tidak ada yang mempermasalahkan, maka baru dilakukan pengesahan pengumuman.
- Penerbitan sertifikat tanah.